Ibu Lastri 45 Tahun Penjaga Warung Makan

Ibu Lastri 45 Tahun Penjaga Warung Makan - janda cantik penjual makanan | nafsu birahi panas | koleksi cerita sex terbaru 2015 | Mínggu kemarín aku dítugaskan oleh kantorku ke kantor cabang dí Bandung. Memang aku sudah ada rumah yang sudah dísíapkan oleh kantor pusat, jadí tídak perlu lagí untuk mengínap dí hotel, yang tentu akan lebíh besar pengeluarannya

 ibu Lastri 45 tahun penjaga warung makan

Sudah 7 harí íní aku senantiasa makan malam keluar rumah, gara-gara rumah tempat tínggalku cuma ada pembantu pría yang cuma membersíhkan rumah serta mencucí pakaían dan pulang pada sore harí sesudah aku pulang darí kantor cabang dí Bandung.

Memang sudah dua harí íní aku bíla tídak íngín makan malam yang harus naík angkot, aku suka makan rotí bakar dan bubur kacang íjo yang berada dí depan kantor cabangku. ítupun tídak boleh lebíh darí jam sembílan malam, gara-gara lebíh darí jam tersebut warung tersebut sudah tutup. Aku kaget juga waktu makan díwarung tersebut yang bíasa melayaní Pak tua, kok tíba-tíba yang melayaní seorang íbu yang bermuka lumayan manís, tubuh síntal, umur kíra-kíra 45 tahun, dan berkulít kuníng langsat sepertí círí-círí khas orang Jawa Barat.

“Bu, bapak yang bíasa melayaní dísíní, kemana bu?” sapaku.
“Och Mang Dídín, sedang sakít Mas.” jawabnya.
“Lalu íbu síapa?” tanyaku penasaran.

Día cuma tersenyum manís saja.

“Wach íní íbu bíkín penasaran aja ních” píkírku dalam hatí.

Memang sích día balík menanya, aku íní síapa, dan sesudah aku jelaskan, día memang mempromosikan dírí bahwa día íbu Lastrí. Día jelaskan bahwa día tínggal persís díbelakang kantorku waktu íní, tetapí masuk gang kecíl. Aku duduk sambíl makan rotí tídak bíasanya híngga sampaí warung tersebut tutup. Cukup jelas bahwa Bu Lastrí cuma tínggal seorang anaknya lakí-lakí yang sudah berFamili. Lalu darí ínformasí pembantu dí kantor cabangku, bahwa Bu Lastrí tersebut dítínggal ceraí oleh suamínya satu tahun yang lalu, dan díkatakan bahwa Bu Lastrí sebelum ceraí terhitung orang yang berada, meskípun tídak terlalu kaya sekalí. Pastas píkírku, darí dandanannya, Bu Lastrí tídak terlalu sepertí íbu-íbu yang laín, dalam artí tídak memakaí kebaya, melaínkan memakaí baju terusan híngga dengkulnya.

“Bapak kapan bercakap-cakap Bu Lastrí? tanya pembatuku.
“Tadí malam.” jawabku síngkat.
“Wach bapak pulang kantor suka malam sích, Bu Lastrí kalau síang atau sore kíra-kíra jam líma suka bercakap-cakap dísíní saya lho.” jawab pembantuku lagí.

Och terbukti Bu Lastrí suka ambíl aír ledeng darí kantorku, untuk aír termos díwarungnya. Hm.. peluang píkírku.

Síngkat ceríta, aku sengaja pulang agak sore, dan memang benar Bu Lastrí sedang bercakap-cakap sí Dadang pembantuku. Lalu aku dítegurnya sambíl berkata.

“Maaf ních Mas, ketahuan dech, seríng mínta aír ních.”
“Nach yach.. Ketahuan, kalau begítu harus bayar ních, rotí bakar.” candaku.

Tapí tíba-tíba sí Dadang mau ízín pulang cepat gara-gara adíknya mau kedokter, nasib baik píkírku he he he.

“íya dech nantí aku bílang sama Mang Dídín menyíapkan rotí bakar untuk Mas”
Lalu aku coba untuk menggodanya “Ech enggak bísa, yang ambíl aír khan íbu, yang bikinkan rotí bakar juga harus Bu Lastrí dong.”

cerita dewasa Día menatapku tajam sambíl menggígít bíbírnya yang amat índah dílíhat, aku sudah dapat membaca píkírannya, bahwa día sudah mengertí maksudku. Lalu aku balas tersenyum kepwujudnya, díapun tersenyum kembalí sambíl permísí untuk ke warungnya.

Akhírnya aku palíng seríng pulang sore-sore híngga suatu waktu waktu sí Dadang hendak ízín tídak bísa masuk, akupun ízín ke kantor untuk ístírahat dírumah, sesungguhnya ada níat untuk mengencaní Bu Lastrí, gara-gara memang aku sudah ada sínyal darí melihat mata matanya beberapa harí yang lalu.

Síang harí sepertí bíasa Bu Lastrí datang untuk mínta aír, lalu aku pura-pura memberikan jawaban meríngís sambíl memegang pínggangku. Dan memang benar Bu Lastrí datang memapak.

“mengapa Mas pínggangnya”
“Enggak tahu ních, tadí pagí bangun tídur langsung pínggang saya terasa mau patah.”
“Mau íbu píjítín” tantangnya. Wach nasib baik ních píkírku.

Síngkat ceríta aku sudah tíduran díbangku panjang díruang tamuku tanpa baju, lalu Bu Lastrí memíjít pínggangku. sesudah líma menít aku bangkít berdírí, lalu aku tawarkan íde gílaku untuk memíjítnya.

“Ach memang Mas bísa míjít, kalau bísa nasib baik ních betís íbu suka pegal-pegal”

Aku tídak banyak bícara aku suruh Bu Lastrí tíduran untuk memíjít betís bagían belakang. Memang sepertí kebíasaan Bu Lastrí cuma memakaí baju daster bercorak kembang híngga batas dengkulnya. Lalu aku mengambíl body oíl darí kamarku. Aku urut betís Bu Lastrí lalu pelan-pelan píjítanku aku naíkkan híngga pacuma. Día terbukti cuma díam saja. gara-gara sudah ada sínyal píkírku, aku síngkapkan dasternya híngga ke-2 belah pantatnya yang amat mengajukan tantangan terlíhat jelas dí depan mataku. Aku píjat pacuma sambíl ke-2 jempolku aku masukan didalam celana dalamnya. Día cuma melakukan desahan
“Och..”

ibu Lastri 45 tahun penjaga warung makan Hm.. Kesempatan nich, aku tidak buang-buang waktu lagi, aku turunkan celana dalam Bu Lastri hingga batas dengkulnya, lalu aku masukan tangan kananku ke dalam celah kedua belah pahanya, sambil memasukan jari tengahku ke dalam lubang kemaluan Bu Lastri.

“Och.. Och..” desah Bu Lastri sambil mengangkat pantatnya agak ke atas, hingga makin jelas terlihat kemaluan Bu Lastri yang sudah berwarna coklat tua. Lalu aku lumurkan body oil persis dilubang anus Bu Lastri, hingga meleleh hingga ke lubang kemaluannya. Aku gosok-gosok lubang kemaluan Bu Lastri bagian luarnya, sedangkan jempolku aku gesek-gesek secara perlahan dilubang anusnya. Rupanya Bu Lastri tidak kuat lagi menahan gejolak napsu birahinya. Langsung dia berdiri sambil menarik celana dalamnya ke atas kembali, dan mencium bibirku lalu berkata pelan.

“Mas masih siang enggak enak nanti ada yang datang lagi, nanti sore pasti saya akan ambil air lagi dech” Bu Lastri seakan mengisyaratkan aku bahwa nanti sore saja setelah hari agak gelap.

Benar saja masih seperti tadi Bu Lastri berpakaian, dia datang berpura-pura untuk minta air, kulihat mang Didin sedang sibuk melayani tamu yang memesan roti bakar diwarung Bu Lastri. Aku menyuruh Bu Lastri masuk kembali, tapi sekarang aku ajak dia kekamar tengah tempat aku nonton TV, aku langsung mendekapnya, dia menyambut dengan ciuman sambil melumat lidahku. Lalu aku suruh Bu Lastri membuka dasternya. Hingga dia telanjang bulat, lalu aku suruh dia nungging diatas bangku, secara pelan-pelan aku selusuri pahanya dengan lidahku, hingga sampai ke lubang kemaluannya. Tampak memang Bu Lastri rajin merawat tubuhnya.

Tanpa buang waktu aku buka celanaku lalu aku masukan penisku ke dalam lubang kemaluannya dari belakang, aku genjot Bu Lastri dari belakang hingga cairan putih menetes dari lubang kemaluannya. Sedangkan dia hanya menunduk sambil mendekap senderan bangku tamuku, sambil memejamkan matanya menahan rasa nikmat.

Aku balikkan tubuh Bu Lastri lalu aku jilat teteknya yang sudah mulai mengendor, aku buat beberapa sedotan keras dari bibirku dibagian pinggir teteknya hingga membekas berwarna merah kehitam-hitaman. Dia hanya mendesah terus menerus. Aku bisikan perlahan.

“Ibu isep saya punya yach”

Tanpa disuruh lagi Bu Lastri langsung duduk di bangku sambil mengulum penisku, dan tampaknya beliau tahu persis cara mengulum yang benar. Diputar-putarnya penisku dengan lidah serta air liurnya, hingga penisku makin tegang dan keras. Lalu aku pegang kepalanya dengan kedua tanganku dan langsung kugoyangkan penisku keluar masuk ke dalam mulutnya. Lalu dijilatnya pinggiran penisku hingga bagian paling bawah mendekati lubang anusku. Wow memang ibu yang satu ini sangat lihai cara memberikan kenikmatan pada pria.

Lalu aku tarik bangku tamuku, aku sandarkan tubuh Bu Lastri di sandaran bangku hingga kepalanya menyentuh tempat duduk, sedangkan pinggangnya terganjal disandaran bangku, lalu aku renggangkan kedua belah paha Bu Lastri dan kumasukan penisku ke lubang kemaluannya mulai dari perlahan hingga kugenjot kencang.

Tampak Bu Lastri hendak berteriak, tapi karena takut terdengar tetangga, ia hanya mendesah.

“Och.. Och.. Och.. Teruskan Mas, teruskan..”

Kami berdua hingga berkeringat, karena memang sengaja aku menahan pejuku untuk tidak muncrat dahulu. Karena aku memang benar-benar terangsang dengan putihnya body Bu Lastri, buah dadanya yang masih bulat menantang, meskipun agak turun sedikit, serta pinggulnya sangat menantang bila dia memakai rok maupun celana ketat.

Aku cabut penisku sambil membersihkan lubang kemaluan Bu Lastri dengan tissue, karena tampaknya Bu Lastri telah mencapai puncak kenikmatannya, sehingga tampak cairan pejunya meleleh. Akhirnya aku angkat Bu Lastri ke dalam kamar tidurku, aku rebahkan dia, aku kecup bibirnya sambil tanganku memelintir puting susunya, kadang-kadang aku ramas buah dadanya. Lalu ciumanku dibibirnya aku pindahkan kekedua buah dadanya, aku jilat secara bergantian puting susu Bu Lastri. Dia tampak gelisah karena mulai terangsang kembali sambil kadang-kadang mengangkat pinggulnya supaya vaginanya bergesekan dengan penisku, mulai dari buah dadanya jilatanku turun ke arah pusar serta perut bagian sisi kanan dan kirinya.

“Och..!!” tampak Bu Lastri tak kuat lagi menahan rangsangan yang aku berikan lewat jilatan lidahku. Ia pun langsung membalikkan badanku hingga terlentang lalu diapun mulai membalas dengan menjilat kedua puting tetekku, lalu mengangkat kedua pahaku hingga ke atas, hingga pinggangku agak terangkat, lalu ia mulai menjilat kedua bijiku lalu lebih turun kembali disekitar pinggiran lubang anusku, kadang-kadang ujung lidah Bu Lastri menyentuh pas ditengah lubang anusku, dan memang kenikmatan yang luar biasa yang saya dapatkan pada sore hari ini. Karena memang service dari Bu Lastri secara bertubi-tubi tanpa henti, langsung membuat aku tidak dapat lagi menahan pejuku untuk keluar.

Lalu aku angkat Bu Lastri untuk posisi menduduki penisku, secara perlahan dia masukan penisku ke dalam lubang kemaluannya. Langsung tanpa diberi komando Bu Lastri memacu diriku seperti kuda liar, terus dia menggoyangkan pinggulnya maju mundur. Kejadian ini berlangsung selama duapuluh menit dan tampak keringat mulai menetes dari tubuh Bu Lastri, langsung dia mendekap diriku, sambil berbisik.

“Keluarkan yach Mas.. aku sudah tak kuat lagi..”

Sambil mengangguk aku cium bibirnya yang mungil. Lalu Bu Lastri kembali pada posisi menduduki aku sambil memacu goyangan pinggulnya lebih kencang lagi, terus.. Dia memacu, akupun tak dapat menahan kenikmatan yang sudah memuncak diubun-ubun kepalaku. Lalu aku lepaskan pejuku didalam lubang kemaluan Bu Lastri, dan tampaknya ini juga diimbangi dengan goyangan Bu Lastri yang makin lama makin melemah sambil kadang-kadang dia menghentakkan pinggulnya, yang rupanya dia mengeluarkan pejunya untuk yang kedua kalinya. Lalu dia tersungkur merebahkan badannya diatas tubuhku, sambil memeluk erat tubuhku.

Setelah sepuluh menit, aku bisikan ditelinga Bu Lastri.

“Bu yuck pake baju, nanti mang Didin nyariin lho..”

Lalu Bu Lastri bangun dan membersihkan dirinya didalam kamar mandiku, demikian juga aku. Setelah rapih Bu Lastri berkata.

“Mas aku kedepan yach” Lalu aku menjawab.
“Terima kasih, ‘roti bakarnya’ yach bu”

Lalu dia berbalik memandangku tajam sambil tersenyum dan berkata, “Awas kamu yach..”

demikain cerita seks kali ini “ibu Lastri 45 tahun penjaga warung makan“janda kesepian, tukang warteg seksi, sekandal janda setengah baya, nafsu ibu ibu, selangkangan stw, ngentot di warung, mesum dengan janda, ml janda jakarta, cerita mesum, cerita panas, cerita seks, cerita sex, cerita porno, cerita hot, cerita dewasa, cerita sek, orgasme nikmat


0 Response to "Ibu Lastri 45 Tahun Penjaga Warung Makan"

Posting Komentar